CERITA SEX DENGAN TANTE MIRA YANG SEMOK SUPER MONTOK , NEMANIN DIA PAS LAGI KESEPIAN

 




Dari semua guyonan tentang kiamat, mana yang paling bisa membuatmu susah tidur berhari-hari? Bagi Tante Mira, itu adalah guyonan yang berbunyi: “Jangan kiamat dulu, aku belum kawin nih!”


Dulu, kalimat itu rasanya tak lebih dari racauan remaja yang sedang norak-noraknya dirundung birahi. Tante Mira tidak menyangka, di usianya yang sudah awal empat puluh, kalimat itu bisa membuatnya tidak bisa memejamkan mata selama beberapa hari berturut-turut.


***


Betul, memang ada desas-desus bahwa kiamat akan terjadi lima hari dari sekarang. Konon, asteroid besar akan menabrak bumi. Pemerintah belum membuat pernyataan resmi mengenai hal ini–pasti karena tidak ingin situasi ekonomi menjadi kacau. Tapi ternyata, sesuai yang dikatakan seorang peneliti di buku yang hanya bisa diakses orang-orang berpendidikan, orang Indonesia sangat kuat tradisi lisannya. Desas desus begitu mudah menyebar dan dipercaya.


Di lingkungan tempat Tante Mira tinggal sekaligus membuka usaha, desas-desus ini ditanggapi lumayan serius. Tentu, ada saja sekelompok orang yang bersikukuh bahwa kita harus tetap menunggu dan mengikuti arahan pemerintah sebab pemerintah selalu benar. Ada juga yang lebih tidak menyebalkan: beberapa pemuda semester akhir yang mengatakan bahwa sejauh ini belum ada data valid yang membuktikan bahwa kiamat akan datang lima hari lagi.


Namun, tentu saja yang paling heboh adalah orang-orang yang percaya dengan rumor tersebut. Mereka tidak berisik, namun kehebohan mereka terasa hingga setiap sendi di kelurahan. Masjid-masjid yang biasanya hanya menjadi tempat tukang bakso dan mie ayam keliling ngaso menjadi selalu penuh, meskipun sedang bukan jam sholat. Sholat Sunnah, kata mereka.


Desas-desus kiamat memberi pengaruh besar bagi usaha Tante Mira. Pendapatan harian “Mira Cell” melonjak lima kali lipat dibanding hari-hari sebelumnya. Barangkali karena lingkungan tersebut banyak diisi pendatang, dan kabar kiamat tentu membuat mereka rindu kampung halaman. Harga pulsa pada saat seperti ini ternyata jauh lebih stabil daripada harga tiket kapal laut dan kereta. Harusnya, Tante Mira senang.


Kita belum sempat berkenalan dengan Tante Mira. Ia wanita yang sangat ramah, dan bisa membuat siapapun lawan bicaranya betah ngobrol berlama-lama. Kepada sekumpulan pemuda yang kerap menyambangi konter pulsanya, ia pernah mengatakan bahwa dulu ia biduan dangdut di daerah Cilacap. Nama panggungnya Mira Asmara. Mereka percaya saja. Sebab di usianya yang sudah tidak lagi muda, Tante Mira masih sangat mempesona. 


Bisa dikatakan, tujuh puluh persen pelanggan “Mira Cell” adalah para pengagumnya. Tante Mira tak bersuami, tapi tidak jelas apakah ia sudah pernah menikah lalu bercerai, atau belum pernah menikah sama sekali. Keberadaan Tante Mira jelas membuat sekelompok ibu-ibu di area tersebut khawatir. Tapi yang tidak orang lain ketahui, banyak pula wanita yang cemburu sekaligus diam-diam ikut mengagumi pesona Tante Mira.


Tante Mira memandangi layar handphone dengan lesu. Sudah lama juga sejak ia terakhir bercinta. Sepertinya sekitar lima tahun lalu, sebelum mantan kekasihnya yang seorang pelaut kembali berlayar dan tak pernah kembali. Tidak ada kecelakaan. Pria itu baik-baik saja, bahagia dengan istri pilihan ibunya. 


Sejak saat itu Tante Mira tidak lagi bisa bercinta bila bukan dengan pria yang ia cintai. Sesekali saat malam sedang sepi, Tante Mira mengutuki kenapa jiwanya tak bisa sebebas dulu ketika masih di Cilacap. Betapa ia pernah jadi wanita yang bisa mematahkan hati setiap lelaki. “Kamu bisa memiliki tubuhku, tapi tidak hatiku.” Begitu kira-kira prinsip Tante Mira dulu.


Namun, katanya kiamat datang lima hari lagi. Tante Mira sendiri tidak peduli kalau dia akan menjelma anai-anai yang beterbangan. Yang Tante Mira butuhkan adalah meremajakan pengalamannya. Ia teringat guyonan dengan kawan-kawannya dulu tentang betapa sialnya jika kiamat tiba dan kita belum sempat bercinta. 


Guyonan itu dulu sebenarnya sering digunakan untuk mengolok-olok salah satu teman mereka yang masih perjaka. Tante Mira tidak mau bila ia yang berganti menjadi bahan olok-olokan dari dirinya sendiri. Tante Mira menghela napas. Hanya percintaan belaka yang akan selesai dalam beberapa jam, sehingga ia bisa menghadapi kiamat dengan tenang.


***


Tidak seperti hari pertama menjelang kiamat yang dilaluinya dengan hati campur aduk, Tante Mira mengawali hari kedua dengan wajah berseri-seri. Hari itu Tante Mira memakai tank top berwarna merah, senada dengan gincunya yang delima. Tante Mira siap mengeluarkan jurus-jurus andalan pemikat lelaki yang dijamin anti gagal.


Beruntung bagi Tante Mira, konter lebih ramai dari biasanya. Artinya, ia punya banyak pilihan. Selepas azan Maghrib, seorang pria asing datang ke konternya. Wajahnya tidak familiar, sepertinya bukan orang dari daerah sini. Pria itu, memakai kaos putih dan jaket serta celana jeans, sepertinya berusia tengah tigapuluhan. Kulitnya agak cokelat–selaras dengan bola matanya yang cokelat tua, dan tulang rahangnya kuat. Tante Mira berdebar. Pria itu sepertinya juga terkejut ketika menyadari pesona yang memancar dari penjaga konter di hadapannya.


Tante Mira menyapanya dengan ramah, menanyakan apa yang dibutuhkannya. Tidak perlu waktu yang lama bagi Tante Mira untuk menggiring obrolan ke ranah pribadi. Pria itu seorang wartawan yang ditugaskan meliput penggerebekan rumah penjual miras oplosan. Sepertinya dia orang pintar. Terbukti dari beberapa pilihan kata yang tidak dipahami maknanya oleh Tante Mira. Namun Tante Mira manggut-manggut saja mengiyakan setiap perkataannya. Obrolan mereka berlangsung lama, beberapa pelanggan yang datang kecewa karena Tante Mira bilang konter sebenarnya sudah tutup. Padahal, ia hanya ingin menahan pria wartawan ini untuk masuk ke kontrakan.


Malam semakin larut, obrolan menjadi semakin personal. Pria ini sungguh senang bercerita tentang dirinya. Tante Mira diam-diam gelisah, memikirkan bagaimana cara memotong obrolan dengan “Ayo kita lanjut di dalam”. Bisa dipahami, dirinya telah absen selama belasan tahun sebagai fuckgirl. Tapi tentu saja bukan Tante Mira jika tidak bisa menemukan cara. Ia pura-pura mengantuk. Harapannya, ia bisa menggunakan alasan ngantuknya untuk mengundang pria itu ke dalam. Tapi sebelum dieksekusi, pria itu menghentikan ceritanya. Handphone-nya berdering. Ada kecelakaan. Ia harus segera ke sana.


Pria itu pergi begitu saja. Jam menunjukkan pukul sebelas malam. Tante Mira kehilangan satu hari yang berharga untuk menunggui seorang pria asing bermasturbasi kata.


Tante Mira memetik pelajaran dari hari kedua. Di hari ketiga, ia memutuskan tidak perlu bersopan-sopan ngobrol untuk menggiring pria memasukinya. “Pria suka wanita yang to the point,” batinnya. 


Hari itu, Tante Mira menerima banyak pujian karena ia mengenakan gaun hitam selutut dan gincu berwarna ungu. Seorang pemuda datang. Namanya Reza, anak kost yang sudah bertahun-tahun tinggal di situ. Ia ramah, juga genit. Beberapa kali Reza menggoda Tante Mira, berandai-andai jika saja dulu sempat melihat Tante Mira ketika masih menjadi biduan.


“Temenin tidur siang, yuk?”


Reza melongo ketika pertanyaannya untuk harga paket unlimited dijawab dengan ajakan tidur siang.


Jantung Tante Mira berdegup kencang. Sepertinya ia telah melakukan sebuah kesalahan, namun kata menyerah tak pernah ada dalam kamus Mira Asmara.


“Eh.. anu Tante..” Reza terbata-bata, seperti tidak bisa mempercayai telinganya.


“Kenapa anu-mu?”


Ada perasaan pedih ketika Tante Mira melihat Reza terburu-buru meninggalkan konter. 


Malamnya, Tante Mira berusaha menghibur kesedihannya dengan memuaskan dirinya sendiri. Ia mencari-cari buku stensilan yang pernah ditinggalkan mantan kekasihnya dulu-–si pelaut anak kesayangan ibu. Buku itu terselip di antara tumpukan teka teki silang dan buku Yasin tetangganya yang meninggal beberapa waktu lalu. Sambil berbaring di atas kasurnya yang mencekung, Tante Mira mencoba membayangkan tiap lelaki tampan yang pernah datang ke konternya dan menyimak halaman demi halaman cerita. 


Tiga jari Ikiii…


Ikiii… keras banget!


Tante Mira meneteskan air mata. Ia begitu merindukan keintiman yang demikian. Barangkali, yang sesungguhnya ia rindukan adalah sosok pria yang bisa melindungi.


Memasuki hari keempat, wajah Tante Mira tidak secerah dua hari sebelumnya. Selain karena kurang tidur, akhirnya semalam hanya dihabiskannya dengan menangis saja. Bayangan Reza yang terburu-buru pergi muncul berulang kali dalam kepalanya. Juga bayangan mantan kekasihnya. Juga bayangan ayahnya yang sudah lama meninggal.


Hari ini Tante Mira hanya mengenakan kaos putih dan rok biru selutut, tapi tidak mengenakan bra. Ia juga tidak merias wajahnya dengan make up, hanya pupur tipis. Konter lebih sepi daripada dua hari kemarin, meskipun tetap lebih ramai daripada biasanya. Diam-diam Tante Mira agak khawatir kejadian Reza kemarin diketahui orang, tersebar, dan membuat sebagian pelanggan meninggalkannya.


Sekelompok anak SMA mendatangi konter. Biasanya anak-anak seusia ini mudah digoda karena rasa penasarannya tinggi. Namun, Tante Mira telah kehilangan semangat. Anak-anak itu juga rupanya tidak sedang dalam mode penasaran, sebab dari obrolan yang ia curi dengar, mereka sedang ketakutan karena desas-desus kiamat.


“Solat jamaah mulu sekarang gue sama bokap nyokap”, ujar salah satunya sambil berlalu.


Tak lama kemudian, giliran Pak Haji yang mendatangi konternya. Tangan Tante Mira gemetar, keringat dingin membasahi dahi dan tengkuknya.


“Ada powerbank?”


Tante Mira mengangguk kaku. Pak Haji tahu betul, barang-barang agak mahal seperti powerbank tidak akan ditaruh Tante Mira di etalase seperti deretan nomor cantik dan casing handphone plastik. Tante Mira seperti bisa mendengar degup jantungnya sendiri. Bibirnya pucat dan hari ini dia tidak memakai gincu.


“M..mau yang merk apa?” Tante Mira beranjak dari bangku. Suaranya hampir tidak bisa keluar dari tenggorokan.


“Saya mau lihat ada apa saja.”


Tante Mira menggeser etalase kaca, membuat jarak sekitar setengah meter antara etalase dan dinding bercat hijau supaya Pak Haji bisa masuk ke dalam konternya.


Tante Mira tidak bisa berkata-kata ketika Pak Haji mulai mendorongnya perlahan ke pintu menuju area privat kontrakan itu. Di dalam kepalanya, wajah Reza dan kekasihnya bergantian muncul. Juga wajah ayahnya. Ia begitu merindukan ayahnya, sosok yang jauh lebih tua dan bisa melindunginya.


Ini kali kedua Pak Haji membeli powerbank dalam satu bulan. Tante Mira sudah tidak bisa menghitung ada berapa powerbank yang saat ini berada di rumah Pak Haji. Tapi kali ini, Tante Mira tahu Pak Haji pasti membawa pulang powerbank-nya dengan rasa yang lebih daripada biasanya.


***


Berdasarkan desas-desus, hari ini kiamat seharusnya datang. Tidak ada yang tahu pukul berapa asteroid yang bakal menabrak bumi itu mulai bisa dilihat dengan mata telanjang. Semua orang bilang hari ini udara lebih pengap daripada biasanya. Tante Mira terbangun di kasur, mengumpulkan tenaga untuk menuju kamar mandi. Tiba-tiba ia teringat kembali guyonan yang sering dilontarkan olehnya dan kawan-kawannya dulu. Kini, ia tidak takut menjadi olok-olokan oleh dirinya sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERITA DEWASA BERGAMBAR ABG MONTOK Indah Permata, NIKMATNYA TUBUHNYA YANG SEKSI DENGAN BUAH DADAH YANG BESAR DAN PANTAT YANG BESA R

CERITA DEWASA BERGAMBAR NIKMATNYA TUBUH GURU BU ANISA YANG MONTOK BAHENOL DENGAN PAYUDARA GEDE BIKIN NGILER

CERITA DEWASA BERGAMBAR NIKMATNYA TUBUH YANTI YANG SUPER MONTOK DENGAN PANTAT YANG PADAT DAN BUAH DADAH YANG MENONJOL , AUTO CROT DALAM